Sabtu, 16 April 2011

Konsep Bermain dan Belajar

Sebagian besar orang dewasa membedakan konsep bermain dan belajar dan memisahkan antara kedua aktivitas tersebut. Belajar adalah sesuatu yang serius dan bermain adalah sebaliknya. Meskipun demikian sebenarnya, konsep bermain dan belajar tidak perlu dipertentangkan karena bagi anak-anak belajar dapat dilakukan dengan bermain. Anak-anak dan orang dewasa belajar dan bermain sepanjang waktu sepanjang tentang kehidupannya. Tiap manusia berkembang dalam hidupnya sebagian besar dipengaruhi oleh kegiatan bermain. Belajar dapat dilakukan dengan berbagai cara. Belajar dapat dilakukan dengan melihat, mendengarkan, membaca, menyentuh, membaui, bergerak, berbicara, bertindak, berinteraksi, merefleksi, dan bahkan dengan bermain. Belajar juga dilakukan di setiap waktu baik pagi, siang, sore, maupun malam. Pendek kata kapan saja, dimana saja manusia dapat belajar. Belajar dapat diartikan sebagai suatu aktivitas yang ditunjukan oleh perubahan tingkah laku.
Untuk mencapai perubahan tingkah laku dari tidak tahu ke tahu dan tidak terampil ke terampil misalnya manusia tidak harus duduk di belakang meja untuk belajar manusia perlu melakukan berbagai aktivitas. Bagi anak - anak belajar dapat dilakukan dengan bermain. Aktivitas bermain itulah sesungguhnya yang merupakan sarana belajar anak, artinya anak-anak belajar melalui kegiatan bermain.
Ada beberapa teori yang menjelaskan bagaimana anak belajar. Berikut ini disajikan teori konstrustivistik, dan teori multiple intelligences. Kedua teori tersebut dipilih karena dipandang memiliki kaitan yang erat satu sama lain, yakni bahwa belajar bukanlah proses yang pasif. Belajar adalah proses aktif yang menuntut peran aktif setiap anak.
a. Teori konstruktivistik
Menurut pandangan konstruktivistik, belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Dalam belajar konstruktivistik guru atau pendidik berperan membantu agar proses pengkonstruksian pengetahuan berjalan lancar. Guru dituntut untuk lebih memahami jalan pikiran atau cara pandang siswa dalam belajar. Pendekatan konstruktivistik menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah aktivitas siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukan tersebut. (Budiningsih, 2005:59).
Dengan kata lain siswa diberikan kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan pemikirannya tentang suatu yang dihadapinya. Dengan cara itu siswa akan terbiasa dan terlatih untuk berpikir sendiri, memecahkan masalah yang dihadapinya, mandiri, kreatif, dan mampu mempertanggung jawabkan pemikirannya secara rasional.
b. Teori multiple intelligence
Menurut teori multiple intelegences anak belajar melalui berbagai macam cara. anak mungkin belajar melalui kata kata, melaui angka-angka, melalui gambar dan warna, melalui nada- nada suara, melalui interaksi dengan orang lain, melalui diri sendiri, melalui alam, dan mungkin melalui perenungan tentang hakikat sesuatu. Meskipun demikian anak pada umumnya belajar melalui kombinasi dari beberapa cara. Setiap anak juga memilki berbagai cara untuk menjadi cerdas.
Setiap anak adalah unik. Setiap anak memilki kecenderungan cara belajar yang tidak selalu sama. Kegiatan belajarpun dapat dilakukan dengan berbagai aktivitas. Suatu materi pembelajaran dapat dipahami dari berbagai cara.
Ada beberapa strategi dasar dalam kegiatan pembelajaran untuk mengembangkan kecerdasan ganda, yaitu :
a) Awakening intelligence ( activating the sense and turning on the brain). Membangunkan/ memicu kecerdasan, yaitu upaya untuk mengaktifkan indera dan menghidupkan kerja otak.
b) Amplifying intelligence ( Exercise & strengthening awakened capacities). Memperkuat kecerdasan, yaitu dengan cara memberi latihan dan memperkuat kemampuan membangunkan kecerdasan
c) Teaching for/ with intelligence ( structuring lessons for multiple intelligences). Mengajarkan dengan/ untuk kecerdasan, yaitu upaya-upaya mengembangkan struktur pelajaran yang mengacu pada penggunaan kecerdasan ganda
d) Transferring intelligences ( multiple ways of knowing beyond the classroom). Mentransfer kecerdasan, yaitu usaha memanfaatkan berbagai cara yang telah dilatihkan di kelas untuk memahami realitas di luar kelas atau pada lingkungan nyata. ( Budiningsih, 2005:117).
Bermain tentunya akan memberikan dampak yang luar biasa bagi perkembangan kejiwaan, kecerdasan, keterampilan, dan kesantunan anak, apabila guru mengajar di kelas melalui permainan. Dalam permainan, tidak hanya inti pelajaran saja yang dikembangkan, aspek kesantunan, kompetisi, kecepatan, dan keterampilan dapat diraih sekaligus. Pembelajaran melalui bermain akan membantu anak mengurangi stress, dan mengembangkan rasa humornya.
Bagi guru, permainan merupakan kendaraan untuk belajar bagaimana belajar (learning how to learn) untuk kepentingan siswa. Lewat permainan, siswa bertanya, meneliti lingkungan, belajar mengambil keputusan, berlatih peran sosial, dan secara umum memperkuat seluruh aspek kehidupan anak sehingga membuat anak menyadari kemampuan dan kelebihannya.
Guru harus teramat paham bahwa permainan merupakan proses dinamis yang tidak menghambat siswa dalam proses belajar, sebaliknya justru menunjang proses belajarnya. Andaikata ada guru yang menolak terhadap aktivitas bermain siswa, justru ia menghambat kemampuan kreativitas siswa untuk mengenal dirinya sendiri serta lingkungan hidupnya. Hanya saja, proses pembelajaran melalui permainan perlu diarahkan sesuai dengan kebutuhannya.
Bermain merupakan hal yang paling disukai siswa. Bagi mereka, bemain adalah tugasnya. Melalui bermain, banyak yang dipelajari siswa. Mulai dari belajar bersosialisasi, menahan emosi, atau belajar hal lain yang semuanya diperoleh secara integrasi. Perlu diketahui bahwa :
a. Anak belajar melalui berbuat ( learning by doing)
Dengan diberi kesempatan untuk selalu mencoba hal-hal baru, bereksplorasi, siswa akan banyak memperoleh pengalaman baru, dan inilah yang disebut proses belajar yang sebenarnya. Percobaan IPA, field trip, dramatic play, dan membuat bangunan dengan balok-balok, merupakan hal yang dapat membantu mereka dalam mengembangkan beberapa area perkembangannya.
b. Anak belajar melalui panca indera
Siswa belajar melalui penglihatan, rasa, penciuman, perabaan, dan pendengaran. Semua panca indera ini merupakan jalur penerimaan informasi ke otak. Semakin banyak panca indera dilibatkan, semakin banyak informasi yang diterima, dan disinilah proses belajar yang terjadi.
c. Anak belajar melalui bahasa
Siswa perlu diberi kesempatan untuk mengemukakan perasaan, pengalaman yang diperoleh, atau pikirannya. Guru dapat memicu perkembangan bahasa anak dengan memperlihatkan beraneka ragam tulisan di kelas. Misalnya, tulisan untuk setiap benda-benda yang ada, dan tanya jawab tentang apa saja. Dengan melakukan ini semua, siswa dapat mengembangkan kosa kata dan kemampuan berbahasa secara tidak langsung.
d. Anak belajar dengan bergerak
Usia siswa merupaka usia yang memiliki keterbatasan dalam berkonsentrasi. Semakin lama anak duduk dan diam, semakin bosan dan tidak tertarik terhadap apa yang sedang dipelajari. Siswa perlu dimotivasi dengan menggerakkan seluruh bagian tubuh, seperti tangan, kaki, badan, dan kepala.
(Suyatno, 2009:100)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar